Langsung ke konten utama

Memang Kenapa Kalau Masyarakat Kota Kecil Gak Melek Teknologi?

Bismillah Assalamualaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

Tahun 2020 Ada apa?

Tahun 2020 bisa dibilang bukan tahun yang baik bagi seluruh negara. Pada masyarkat konvensional, kehidupan serta ekonomi benar-benar terhambat. Terjadi pelambatan dan penurunan pada banyak sisi kehidupan kita.

Tau ga si? Pada 2020 terjadi penurunan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Indonesia tidak lagi masuk sebagai negara maju sebab pendapatan per kapita kita tak sampai 40 ribu USD. Menurut data BPS, pada 2020 terjadi peningkatan jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Bahkan di Kota Blitar, terdapat 17 ribu pekerja terdampak Covid-19. Hal ini ditakutkan dapat menghampat visi Indonesia Emas.

Terus apa dampaknya?

Indonesia saat ini sedang mencanangkan visi Indonesia Emas 2045. Salah satu penyokong terwujudnya visi tersebut adalah implementasi sistem cerdas di Indoensia. Tanpa implementasi sistem cerdas, rasanya mustahil menggapai mimpi, Indonesia Emas 2045.

Sistem cerdas merupakan sistem yang terintegrasi. Sistem ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sistem yang baik dibangun dengan dasar smart leadership. Untuk mewujudkan keberlangsungan sebuah sistem cerdas, perlu ditopang oleh 3 pilar, yakni smart governance, smart infrastructure, dan smart people.

Setiap pilar sistem cerdas bertangung jawab atas berlangsungnya sistem tersebut. Implementasi tidak mungkin terjadi tanpa terbentuknya pilar yang kuat. Namun, sepertinya implementasi sistem cerdas di Indonesia membutuhkan usaha sedikit keras dan waktu yang tidak singkat.

Implementasi iptek, khususnya sistem cerdas, memerlukan alih teknologi yang baik. Selain dari sisi penyedia dan pemerintah, masyarakat perlu memahami dan mampu memanfaatkan perkembangan iptek yang ada. Pemahaman serta pemanfaatan iptek oleh tiap individu perlu pendidikan serta pengetahuan yang baik.

Ilmu pengetahuan teknologi merupakan akselator segala bidang pada masa ini. Hampir tidak ada hal dapat terlepas dari campur tangan iptek. Sayangnya, antara masyarakat kota besar dan kota kecil terdapat ketimpangan ilmu pengetahuan teknologi yang cukup signifikan. Hal itu ditunjukkan dengan perbedaan angka partisipasi kasar pendidikan yang timpang.

Kenapa Kota Kecil?

Pembangunan tidak merata menyebabkan masalah di Indonesia, yang notabene sangat luas. Di kota kecil, perkembangan iptek kurang dilirik. Hal tersebut dapat terlihat dari kepedulian masyarakat akan perkembangan iptek yang sangat rendah. Berbeda dengan kota besar seperti Bandung, Jakarta, Surabaya telah mengaplikasikan iptek dalam bermasyarakat, masyarakat kota kecil masih terhambat pada proses edukasi. Masalah ini didukung oleh rendahnya tingkat pendidikan di daerah.

Menurut data BPS, hanya 60 persen masyarakat usia SMA di Kota Blitar yang dapat mengenyam pendidikan SMA sederajat di Kota Blitar khususnya. Hal ini berdampak pada pola pikir masyarakat yang terbatas. 

Menurut Sari (2015), pendidikan sangat memengaruhi eksplorasi pola pikir masyarakat. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung memiliki pemikiran tertutup dan kurang terbuka dengan perkembangan zaman.

Problem di atas menyebabkan masyarakat kota kecil masih banyak yang skeptis memandang dunia maya sebagai jalan menciptakan peradaban. Banyak dari masyarakat kota kecil yang belum familiar dengan teknologi. Sebagian masih belum sadar mengenai pentingnya teknologi di masa kini. Padahal, teknologi dapat menjadi akselerator menuju kemakmuran.

Ketimpangan ini lah yang kerap menjadi bibit permasalahan di masa modern. Pemerataan infrastrukter serta aplikasi terhambat. Akibatnya penelitian dan pengemabangan hanya terpusat pada daerah tertentu. Oleh karena itu perlu adanya akselerasi edukasi teknologi pada masyarakat utamanya kota kecil. Demi terwujudnya pemerataan pembangunan serta implementasi poin-poin SDGs, utamanya nomor 6, 7, 8, 9, 11, 13 dan 17. Dengan adanya hal tersebut diharapkan kualitas kehidupan masyarakat dapat meningkat.

Mungkin segini dulu yang bisa aku tulis. Aku sadar dalam penulisanku banyak kekurangan. Terima kasih sudah membaca.

Wassalamualaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.

Muhammad Risqi Firdaus - 16520456


Sari, et al.., 2015. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA PIKIR MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA PENDIDIKAN DI DESA CUGUNG. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Badan Pusat Statistik (BPS). “Ketanakerjaan Kota Blitar Tahun 2020”. diakses dari http://www.bps.go.id/, diakses pada tanggal 9 Februari 2021pada jam 05.45 WIB.

Badan Pusat Statistik (BPS). “Ekonomi Kota Blitar Tahun 2020”. diakses dari http://www.bps.go.id/, diakses pada tanggal 9 Februari 2021pada jam 05.45 WIB.

Badan Pusat Statistik (BPS). “Angka Partisipas Pendidikan Kota Blitar Tahun 2020”. diakses dari http://www.bps.go.id/, diakses pada tanggal 9 Februari 2021pada jam 05.45 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solusi Mengenai Masalah Air Bersih

  Haloo semuaa, kembali lagi bersamaku, kali ini aku akan memberikan sebuah solusi untuk permasalahan pada blog ku sebelumnya yang berjudul “Masalah air bersih di daerah gunung putri”.  Sebelumnya, permasalahan air bersih di daerah gunung putri terkadang mengalami masalah, seperti air yang tiba-tiba kotor atau mati air. Keadaan air yang kotor ini kadang bisa diperparah jika terjadi banjir di daerah sekitar, karena banyak lumpur yang menumpuk. Nah, maka dari itu aku dan teman kelompokku akan memberikan solusi yang akan digunakan, tetapi lebih fokus ke dalam permasalahan air yang kotor ingin diubah menjadi bersih kembali.  Pada kali ini kami akan menawarkan sebuah solusi untuk masalah air bersih pada daerah ini. Solusi ini aku buat untuk mengatasi air kotor yang terkadang muncul. Kami menaruh solusi dengan menggunakan sensor pada setiap titik pada pipa hingga bak penampungan ketika melakukan penyaringan terhadap air. Sensor ini akan dibuat untuk bekerja secara otomatis, jad...

Identitas Mahsiswa dan Budaya Korupsi

  Posisi Potensi dan Peran atau yang biasa disingkat PoPoPe merupakan gambaran dari identitas mahasiswa. Popope mengambarkan bagaimana lingkungan dan tugas yang harusnya mahasiswa emban. Berisi tangung jawab dan empati, bukan sekadar omongan atau gelar kebanggan semata. Mahasiswa harus peka mengenai posisinya di masyarakat dalam bernegara. Selain itu, ia harus peka melihat potensi yang dimiliki lingkungannya, bukan malah menjadi eksklusif dan menjadi manusia yang merasa di atas. Berperan lantgsung bukan hanya sebagai mediator melainkan katalisator, bukan hanya orang yang banyak bicara tanpa aksi nyata dan mencari nama tanpa manfaat semat. Meskipun pandemi Covid melanda dunia. Namun, sungguh disayangkan, kerguian negara akibat koruipsi tak menurun. Sadisnya, justru terjadi tren pengingkatan kerugian negara akibat korupsdi sejak 2016 (ICW, 2021). Dari 444 kasus korupsi 107 di antaranya merupakan korupsi proyek Covid19, baik dpengadaan bansos, hingga proyek lainnya. Mahasiswa seba...